Laman

Senin, 22 Juli 2013

Materi Kuliah Kewirausahaan (1)


03. Kreatifitas dan Inovasi Dalam Kewirausahaan
         Dalam setiap proses kehidupan, kita selalu akan menemui apa yang kita kenal sebagai “masalah”. Namun, hanya sebagian dari kita yang mengetahui definisi dari “masalah” atau “problem” itu sendiri. MASALAH / PROBLEM, adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.
Dalam menyelesaikan suatu “masalah”, setiap individu memiliki metode atau cara yang berbeda dalam menyelesaikannya. Menyelesaikan masalah adalah suatu kombinasi dari “thinking” dan “action”. Metode“thiking” atau “berpikir” seseorang secara garis besar dikelompokan sebagai berikut, Analytical,  Conceptual, Strategic,
 
          Dalam menyelesaikan ”masalah” atau “problem” orang yang telah ter-mind set secara “Analytical Thinking” akan menggunakan anggapan“Where’s The Problem?”. Anggapan berpikir demikian menuju pada letak dari masalah yang sedang dihadapi. Hal ini bisa dilihat dari cara bekerja seorang staff akuntan.

 Sebagai contoh, seorang  staff akuntan. Seorang staff akuntan akan diberikan berkas kerja oleh atasannya untuk dianalisis dimana letak kesalahannya. Setelah mengetahui kesalahannya, maka akan segera dilaporkan dan “cukup” sampai pada hal tersebut. Pola berpikir demikian adalah yang paling dasar dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan.

          Seorang yang telah ter-mind set secara “Conceptual Thinking” akan menggunakan anggapan “What’s The Solution”. Tingkat ini biasa dilakukan pada tingkatan manajerial intermediate. Seorang pada bagian manajerial bertugas untuk melaksanakan fungsi pengawasan, pelaksanaan kerja, mengorganisasi dan aksi dari kegiatan-kegiatan, dalam hal umum pada organisasi perusahaan. Metode berpikir conceptional seperti ini akan membawa pada pengamatan dari suatu problema untuk mencari solusi dan penyelesaiannya “pada saat itu”.
          Selanjutnya adalah “Strategic Thinking”. Metode berpikir seperti ini adalah metode berpikir para direksi suatu perusahaan. 

Mereka sudah mengembangkan pemikiran mereka dari dasar untuk melihat masalah, mencari penyelesaian dan merencanakan kedepan untuk langkah yang akan diambil dari perusahaan tersebut. Pemikiran ini menggunakan dasar anggapan “Learn Fom Problem to Get Solutions on The Future”. Pada metode ini tidak lagi terkungkung pada hal yang menyebabkan masalah. Dari masalah ini diambil solusi jangka panjang dan juga perencanaan yang lebih baik kedepannya.
          Metode cara berpikir ini bisa dikembangkan. Bukti nyatanya adalah dalam jenjang karir seseorang pada perusahaan. Pada masa awal berkerja, biasanya seseorang diangkat sebagai staff. Metode yang digunakan adalah “Analytical”. Jika kinerjanya dianggap baik dan mumpuni, ia dipromosikan ke jenjang manajerial seperti supervisor. Jenjang supervisor menggunakan pemikran “Conceptual”. 

Setelah jenjang manajerial, tingkat yang paling utama adalah direksi dimana jenjang ini yang menentukan jalan suatu perusahaan, karena jenjang inilah yang menentukan arah dan tujuan suatu organisasi perusahaan. Metode yang dikembangkan adalah “Strategic”.
          Asumsinya adalah, untuk mencapai jenjang direksi, sesorang membutuhkan waktu sekitar 20 tahun! Ini yang membedakan dalam kewirausahaan. Dalam kewirausahaan, seseorang dituntut untuk berpikir dari “Analytycal” menuju langsung kepada “Strategic”.

Hal ini tidaklah mudah dan mungkin amat sangat “tidak nyaman” serta membutuhkan pengorbanan besar. 
Ini bisa terjadi karena, dalam kewirausahaan, kita dianggap langsung sebagai direksi yang menentukan arah dan target dari usaha atau bisnis yang sedang kita jalankan. Dalam menghadapinya benar-benar dituntut suatu komitmen dan keseriusan.


          Banyak wirausahawan gagal karena mereka tidak berani terjung lanngsung kedalam pusat masalah dan menganggap suatu bisnis mereka sebagai sampingan. Faktanya, mereka perlu mengetahui akar dari masalah yang dihadapi dalam bisnis. Disini keseriusan benar-benar diuji.
jika dilihat kembali dari “loncatan” berpikir seorang wirausahawan dimana ia harus berpikir secara strategic, disini kombinasi antara kreatifitas dan inovasi berperan besar. Kreatifitas dapat dilatih, tetapi novasi muncul dari dalam diri. Seorang yang telah ter-mind set secara Strategical Thiking akan melihat peluang dari suatu keinginannya, ini masuk kepada point inovasi. Dalam eksekusi untuk mewujudkan inovasinya yang berkerja adalah daya kreatifitasnya. Kombinasi dari kedua hal ini adalah penentu seseorang dalam melangkah dibidang wirausaha.
          Namun, disadari atau tidak selalu ada sisi hitam dan putih dalam menjalankan suatu bisnis. Ada istilah “good bussines” dan “bad bussines”. Sesorang yang menjalani “good bussines”, perlembangannya akan lebih perlahan dibanding dengan mereka yang memanfaatkan “bad bussines”. Dalam contoh “bada bussines” disini adalah seperti kartel-kartel yang sekarang ini merebak.
Dari kenyataan tersebut, kembali lagi dari sikap dan sifat seorang wirausahawan yang ditekankan pada integritas, komitmen dan mentality. Dalam menjalankan proses inovasi dan kreasi, perlu dilandasi pula dengan hal tersebut. Segala hal yang dilandasi dengan tujuan dan kesungguhan yang kuat, sekalipun berat dijalankan dan menyakitkan untuk diikuti selalu akan berbuah manis pada akhirnya.   

Apa yang dibutuhkan?
                Di materi awal sudah dijelaskan mengenai apa itu kewirausahaan. Sekarang kita akan mengenal apa saja yang dibutuhkan dalam mendalami kewirausahaan.
Point pertama yang diperlukan dalam mendalami kewirausahaan adalah mengenai“integritas”. Kita dapat menggambarkan output sistem kinerja tubuh kita seperti segitiga yang terbagi atas beberapa bagian:

Contoh menjelaskan hubungannya adalah seperti saat anda diberikan kesempatan untuk memberikan presentasi jawaban. Dalam pusat pikiran kita di otak, akan diberikan perintah untuk “menjawab” pada kesempatan itu. Disini bagian “THINK” berkerja. Sayangnya, dalam keadaan tertentu yang membuat hati tidak nyaman. Disini “FEEL” yang dirasakan adalah rasa malu, tidak PD dan sekitar kita, sehingga “FEEL”  berkerja membelokan perintah awal dari “THINK” tersebut, sehingga “ACTION” yang muncul adalah “tidak menjawab”.
Integritas digambarkan seperti bagan segitiga ini:
Bagian integritas menyatukan antara “THINK”“FEEL” dan“ACTION” sehingga antara“THINK” dengan “ACTION” yang muncul adalah sama. Antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dlakukan adalah sama. ”FEEL”muncul membelokkan karena pengaruh keadaan lingkungan disekitar dan kenyamanan yang kita rasakan. Hal ini perlu amat diwaspadai oleh para calon wirausahawan. Seorang wirausahawan harus berusaha mengendalikan “FEEL” mereka agar mereka dapat mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran mereka. Dengan mampun mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran mereka, dapat menjadi awal dalam menjajaki kewirausahaan lebih dalam lagi.
                Point kedua adalah "komitmen". Bicara tentang komitmen, ada hubungan antara“selingkuh” dengan “AIDS”. Jika dalam dunia nyata orang yang berselingkuh rentan terhadap AIDS, dalam tantangan menjadi wirausahawan yang muncul terlebih dahulu adalah“AIDS”: “A-ngkuhI-riD-engki dan S-irik” lalu terjadilah “Per-Selingkuh-an”. Dalam menjalankan suatu usaha, jika kita melihat sesuatu atau seseorang yang lebih baik, AIDS ini akan muncul. Perselingkuhan yang dimaksud adalah selingkuh, atau menyimpang dari komitmen dalam berwirausaha, sehingga tujuan yang hendak dicapai otomatis akan berbelok dari jalurnya.  Hal ini amat mudah dan sering terjadi sehingga perlu diwaspadai benar-benar. Komitmen itu penting, bisa diibaratkan ia adalah sebagai “pagar” pada jalur mencapai tujuan.
                Point selanjutnya adalah “ABUNDANCE MENTALITY” atau mental yang kaya. Kaya disini bukan hanya dilihat dari sisi financial atau asset saja, melainkan kaya dalam menilai dari berbagai sudut pandang. Dengan mampu banyak melihat dari sudut pandang yang lebih banyak, membawa mental seseorang menjadi lebih tangguh lagi. Mental yang kaya akan terlatih dari keyakinan yang baik, memiliki iman yang baik.
                Dalam berwirausaha pun kita harus ingat akan“PARTNERSHIP”, relasi atau persahabatan. Dalam menjalankan banyak hal, apalagi dalam wirausaha, keberadaan partner amat besar pengaruhnya dan berkaitan dengan keberlangsungan suatu usaha. Dengan relasi partnership yang luas bisa berpengaruh pada kemampuan penyebaran informasi  dan jangkauan pemasaran. Selain itu partner atau sahabat bisa saling mendukung dengan kita satu sama lain. Berusaha bersama lebih baik dalam pengelolaannya karena kita dapat membagi beban dan pikiran satu sama lain.
                Melihat pada budaya “modern” bangsa kita, hal-hal tersebut bisa dikatakan nyaris tidak ada dalam kamusnya. Bagaimana cara memunculkan budaya itu agar bangsa ini mampu bertahan di era global? Caranya tidak lain adalah dengan belajar. Dengan mempelajari budaya itu, kinerja “THINK” dan “FEEL” kita dapat terbentuk dan menjadi mindset tersendiri. Jika hal itu terjadi, maka akan muncul produk budaya yang kita inginkan tersebut.
-          Mengapa berwirausaha?

Jika kita bertanya mengapa beriwirausaha, kita harus melihat fakta lapangan yang sekarang kita hadapi. Sekarang adalah masa ekonomi “gelombang ketiga”. Disini yang berperan adalah kemajuan tekn ologi informasi. Pada era industrialisasi, yang mampu menguasai ekonomi adalah mereka yang memiliki modal mesin yang maju dan  banyak jumlahnya. Dan, di era ekonomi “gelombang pertama”, mereka yang berkuasa adalah mereka yang memiliki lahan yang luas sebagai asetnya.
Kita hidup dimasa seseorang, jika mau bertahan dan mengusai adalah ia yang mampu mengusai informasi lebih baik. Jaman ini adalah bukan jaman dimana bekerja hanya sekedar mengandalkan otot, atau terpaku pada hal-hal monoton. Sumber daya yang mampu bertahan dimas sekarang adalah pekerja yang memiliki pengtahuan yang luas dan multiskill, “Be a Knowledge’s Workers”.
                Pemilik modal berupa asset nyata yang luar biasa banyaknya tidak menjamin ia akan bertahan selama-lamanya. Kekuatan bukan menjadikan jaminan kesuksesan. Analoginya adalah “kecoa” dan “dinosaurus” yang muncul dimasa yang sama, sekitar ratusan juta tahun yang lalu. Tetapi, sekarang yang mampu bertahan adalah hewan besar dan kuat seperti dinosaurus, melainkan serangga kecil yang mampu beradaptasi seperti kecoa. 




 VS







 
Untuk dapat bertahan, kita perlu sifat “responsif” dan“adaptif”. Tetapi hal itu baru cukup untuk sekedar bertahan, bukan untuk lebih maju lagi. Untuk lebih berkembang, butuh daya“kreasi/kreativitas” dalam melihat suatu keadaan, sehingga kita tidak hanya mengikuti, tetapi turut menciptakan suatu trend tersendiri. Sikap-sikap “responsif”“adaptif” dan“kreatif” itulah tujuan dan mindset yang diarahkan dalam kewirausahaan, sehingga menjawab pertanyaan “mengapa berwirausaha?”. “Everyone is Master of His Own Destiny”, menunjukan bahwa setiap orang adalah yang menjadi penunjuk arah bagi dirinya sendiri bukan orang lain. Jadi dengan menjadi pribadi yang memiliki “nilai lebih”, bisa membawa dirinya sendiri kearah yang sesuai dalam peta kehidupannya masing-masing.

            Ada dua persepsi tentang kehidupan dan kesuksesan. Yang pertama success = End of Our Live atau kesuksesan adalah saat akhir hayat dari kehidupan kita. Yang kedua adalah Life Is War atau hidup kita ini adalah “perang” itu sendiri.
            Makna dari Success = End of Our Live adalah, seseorang baru akan dikatakan sukses jika semua tugas didunianya telah usai dan ia telah berada di liang lahat. Selama seseorang hidup didunia ini, ia akan mengalami sukses tetapi dalam artian kesuksesan sementara. Untuk lebih jelasnya, bisa digambarkan dengan pola seperti permainan roller coaster:
Dalam siklusnya, proses untuk mencapai kesuksesan digambarkan dalam posisi A, setelah sukses berada di di posisi puncak yaitu posisi B. tetapi setelah itu, akan terjadi suatu penurunan seperti yang digambarkan dalam posisi C, dimana siklus ini akan terus berulang dan baru akan berhenti jika proses kehidupan itu sendiri berhenti, ini sebab kenapa kesuksesan dikatakan hanya sementara.
            Life is War diartikan bahwa kehidupan itu keras dan penuh lika-liku sehingga perlu mentalitas tertentu dalam menghadapinya. Bisa dianalogikan dengan perbandingan sifat dari karet seperti bola bekel dengan sifat dari telur. Jika melihat dari sisi ilmu alam kedua benda tersebut, ada yang dinamakan kelentingan. Kelentingan dari bola bekel nilainya 1, yang berarti jika dibanting maka akan memantul dan begitu seterusnya. Tidak demikian dengan telur, jika telur dibanting ia akan pecah berantakan.
Untuk menyikapi kehidupan dan mencapai kesuksesan dimana kita sadar bahwa hidup adalah perang maka kita harus menyikapi diri kita seperti bola bekel atau bola karet. Dengan kata lain, jika mengalami suatu kejatuhan harus mampu kembali ke naik. Kesadaran akan life is war ini juga harus disertai dengan nilai KEDISIPLINAN.
            Setelah kita mengenal persepsi mengenai sukses dan kehidupan, kita menuju makna dari kewirausahaan itu sendiri. Makna dari kewirausahaan ada dua, yaitu makna kewirausahaan secara teori dan pengertian yaitu  suatu kemampuan kreatif dan inovatif dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang dijadikan dasar, kiat dalam usaha atau memperbaiki hidup. Hakikat dasar dari kewirausahaan adalah kreativitas dan keinovasian. Kreativitas adalah berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kewirausahaan dapat dipelajari dan diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri karena jelas objek, konsep, teori, dan metode ilmiahnya. Dan kewirausahaan sebagai mentalitas, atau pattern of mentality yang menjadi mind set seeorang.
            Untuk memulainya, kita dapat menganalogikan lagi seperti membuat keris atau pedang yang dibuat dari paduan logam.

Dalam proses penempaannya, setelah di tempa dalam suhu panas logam tersebut direndam dalam air agar tercapai suhu yang lebih rendah agar logamnya menjadi lebih padat dan mampu membuat pedang yangh lebih runcing. Jika diaplikasikan dalam sikap dasar kewirausahaan yaitu harus bisa keluar dari posisi nyaman kita dan masuk ke kondisi ekstrim. Dengan ini dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan menemukan ide-ide yang jarang disadari oleh orang lain. Modal dasar tersebut akan berpengaruh bagi seorang wirausaha kedepannya.
       Selain itu hal yang perlu dilakukan sebagai wirausahawan adalah terlebih dahulu mengenal diri sendiri. Ada sebuah perbandingan antara skill dan kemampuan seseorang dalam dunia ini, yaitu tipe orang TASK dengan PEOPLES. Dalam hal ini, tipe orang TASK adalah tipe orang yang serius dalam mengerjakan tugas-tugas mereka dan jarang menggunakann sisi kreatifitas mereka. Tipe orang PEOPLES adalah tipe yang biasa bergaul dengan orang banyak dan mampu lebih baik menggunakan kreatifitas mereka. Tipe orang PEOPLES dapat berkembang menjadi wirausahawan yang baik karena didukung dengan kreatifitasnya. 
            Dalam menghadapi masa yang semakin keras, perlu mind set kewirausahaan yang kuat pada masing-masing individu. Seorang akuntan yang notabene memiliki basic sebagai orang dengan sifat TASK perlu juga keahlian kewirausahaan tersendiri. Hal ini melatih pikiran yang kreatif dan lebih fleksibel, serta dapat bertahana di masa yang semakin mobile seperti sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar